Renungan Hidup Kristen (RHK), 15 Maret 2025

Nats : MARKUS 1 : 41
“Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: "Aku mau, jadilah engkau tahir."

DATANGLAH KEPADA TUHAN MEMINTA KESELAMATAN

Dalam budaya Yahudi, orang yang menderita kusta dianggap mendapat kutukan dari Allah dan tidak dapat disembuhkan oleh manusia (lihat Kitab Bilangan 12 : 10 – 16). Penderita Kusta sangatlah menderita, baik tubuh, roh dan jiwanya, dianggap orang yang berdosa; manusia yang najis. Maka orang-orang kusta harus dijauhkan / dikucilkan dari masyarakat. Mereka adalah orang-orang yang tak punya harapan dan nilai, dan merasa diri sudah mati karena dibuang dari masyarakat. Orang kusta selain mederita penyakit fisik yang pada zaman itu belum ditemukan obat yang bisa menyembuhkan, juga menderita penyakit mental karena disingkirkan oleh masyarakat.

Khusus dalam Perikop Injil Markus 1 : 40 – 45 tentang penderita kusta yang datang kepada Yesus yang sangat ingin disembuhkan, tetapi penolakan demi penolakan yang telah dialaminya membuat dirinya ragu apakah Yesus mau menyembuhkannya tetapi dengan imannya datang kepada Yesus. Dan ketika Yesus melihatnya dan tergerak oleh belas kasihan, maka Yesus pun mengulurkan tangan-Nya lalu menjamahNya dan berkata, “Aku mau, jadilah engkau tahir”. Ini menggambarkan bagaimana kepercayaan seorang penderita sakit kusta kepada Yesus yang datang dan berlutut memohon bantuan dihadapan kepada Yesus, katanya: “……..Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku” (ayat 40). Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang kusta itu dan berkata kepadanya: “Aku mau, jadilah engkau tahir” (ayat 41). Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir (Markus 1 : 41 – 42). Yesus dapat menyembuhkan penderita kusta itu dengan hanya sentuhan yang penuh Kuasa.

Apa yang mendorong si penderita kusta itu berani datang dan berlutut di hadapan Yesus ? Penderita kusta memperlihatkan iman, bukan kesombongan, ketika dia berlutut di hadapan Yesus. Ia percaya akan kuasa Yesus Juru Selamat, dan orang kusta tersebut mengetahui bahwa Yesus dapat menyucikannya jika Tuhan bersedia menggunakan jamahan penyembuhan-Nya (Matius 8 : 1 – 2). Sungguh, kesadaran dan keyakinan si penderita kusta bahwa cinta dan kehendak Yesus bersifat menentukan merupakan contoh bagaimana semua orang harus datang ke hadapan-Nya.

Ada satu hal yang menarik dalam perikop ini. Tuhan Yesus sudah memperingatkan dengan keras agar penderita kusta yang telah sembuh itu tidak menceritakan pengalaman kesembuhannya kepada siapa pun, mengapa ? Tuhan Yesus tidak ingin orang-orang datang kepadanya hanya karena ‘mujizat’ yang telah dibuatnya dan berharap mujizat juga terjadi dalam hidup mereka. Mengalami penyembuhan oleh Yesus, orang kusta itu begitu bergembira sampai-sampai ia tidak mampu menahan kegembiraannya, ia tidak dapat diam, walaupun dilarang oleh Yesus untuk tidak memberitahukan kepada siapa pun peristiwa penyembuhan itu, tetapi ia membagi kegembiraan itu pada orang lain.

Hal yang menarik dari kisah ini adalah orang kusta itu berani datang kepada Yesus dengan penuh iman dan berkata: “Kalau Tuhan mau, Tuhan dapat menyembuhkan aku.” Iman yang besar ternyata mengalahkan aturan hukum Musa dan mendorong dia bertemu Yesus untuk minta disembuhkan. Sebab menurut aturan hukum Musa, Yesus berhak dan dapat mengusir orang kusta tersebut. Tetapi melihat imannya akan Yesus yang berbelas kasihan, dan di hadapannya bahwa ada seorang manusia membutuhkan pertolongan Yesus, maka Yesus mengulurkan tangan-Nya dan menjamah orang kusta itu sehingga ia sembuh. Karena bagi Yesus tidak ada manusia sekalipun berdosa yang harus ditolak.

Dalam peristiwa kesembuhan yang dialami oleh orang kusta ini Tuhan mau mengatakan kepada kita bahwa manusia pun sering memperlakukan sesamanya seperti orang kusta. Banyak orang sakit, tersingkir, dan tidak mendapat perhatian dari sesamanya. Dan terkadang orang lain kita singkirkan karena berbeda pendapat dengan kita, atau berbeda pilihan politik dengan kita. Orang-orang itu kita singkirkan agar tidak mengganggu kenyamanan kita sehingga mereka merasa seperti orang yang berpenyakit kusta, seakan tidak punya harapan lagi.

Menarik untuk kita renungkan bahwa iman yang begitu besar memberikan kesembuhan kepada orang kusta itu. Iman yang penuh penyerahan diri kepada Tuhan; iman yang memiliki nilai tertinggi bahwa hanya pada Tuhanlah ada harapan dan kehidupan. Karena Yesus tidak mengucilkan orang yang sedang menderita mental dan raga sebagaimana yang dialami oleh penderita kusta dalam nats ini, namun Yesus dengan spontan menaruh belaskasihan. Karena pada umumnya oramg sakit umumnya mencari kesembuhan sesuai dengan keyakinan dan kekuatan finansialnya (keuanganya). Ada yang langsung pergi kedokter dan ada juga yang pergi ke Paranormal. Kepercayaan (keyakinan) seseorang terhadap pilihannya untuk kesembuhan. Begitu juga adanya penolakan yang kita dapatkan oleh karena keadaan kita: pernikahan yang gagal, keadaaan finansial yang kurang baik, sakit-penyakit yang belum sembuh, ataupun kegagalan studi; seringkali membuat kita tidak yakin apakah Tuhan mau menolong dan memberkati kita. Yakinlah, bahwa Tuhan kita adalah Tuhan yang penuh dengan belas kasihan karena Kita semua ingin dibebaskan dari keadaan buruk yang menimpa hidup kita. Maka datanglah kepada-Nya dan Mintalah kepada Tuhan, maka akan diberikan kepadamu, Amien.

TUHAN MEMBERKATI Bapak dan Ibu

Teriring Salam & Doa :
Pdt. Martahi Oloan Siahaan, STh, MM

Komentar

Postingan Populer