Renungan Hidup Kristen (RHK), 26 Maret 2025
Nats : 2 KORINTUS 12 : 10
“Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat”
KEKUATAN DALAM LEMAH, BERKAT DALAM PENDERITAAN
Paulus sebagai seorang hamba Tuhan, dia juga tak luput dari pergumulan hidup yang berat yang dia sebut sebagai duri dalam daging. Saking beratnya pergumulan tersebut, dia sampai tiga kali meminta Tuhan untuk melepaskan dia dari hal itu (2 Korintus 12 : 7 – 9). Tetapi ternyata Tuhan tidak mengabulkan doa Paulus. Tuhan mengizinkan Paulus tetap mengalami pergumulannya karena dengan begitu Tuhan bisa menyatakan kuasa-Nya yang sempurna. Itu sebabnya Paulus berkata bahwa ia terlebih suka bermegah atas kelemahannya, supaya kuasa Kristus turun menaungi dia. “Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.” (2 Korintus 12 : 10). Paulus mengatakan bahwa dirinya harus bermegah karena pemberitaan yang ia terima dari Allah. Paulus tidak memegahkan pengetahuannya sendiri, tetapi pengetahuan Allah yang dibukakan kepadanya. Ia tidak mau bermegah atas kebenaran yang tidak ia miliki. Alasan dia bermegah dan bersukacita atas hal-hal ini adalah karena semuanya itu merupakan kesempatan bagi Kristus untuk menyatakan kuasa dan kecukupan kasih karunia-Nya bagi dia bahwa penderitaan, celaan, kekurangan, penganiayaan, dan kesusahan yang dialaminya demi Kristus. Melalui semuanya itulah Rasul Paulus begitu sering mengalami kekuatan kasih karunia ilahi sehingga dapat berkata, jika aku lemah, maka aku kuat. Ini menunjukkan bahwa ia rendah kerendahan hatinya terlihat dari caranya menahan diri karena merendahkan diri justru akan ditinggikan.
Paulus merasa senang di dalam penderitaannya sebab semua itu menyatakankuasa Allah, dan kuasa Allah disempurnakan di dalam kelemahan manusia. Penderitaan yang dimaksudkan di sini bukanlah penderitaan yang sengaja ditimpakan oleh seseorang ke atas dirinya dengan harapan bahwa perbuatannya itu akan mendatangkan keselamatan. Tidak. Yang dimaksudkan di sini ialah penderitaan karena Kristus.
Paulus merasa kuat pada waktu la menanggung penderitaan itu. Apabila kita lemah dan menyadari kelemahan kita, barulah kita dapat menerima kuasa Allah. Apabila kita mengosongkan diri kita, barulah kita dapat dir!enuhl dengan kuasa Allah. Orang yang menyangka bahwa Ia cukup kuat untuk mengubah kan hatinya, untuk mengampuni dosanya dan untuk mengatasi kuasa kejahatan dengan kekuatannya sendiri, akan dibiarkan oleh Tuhan bersandar kepada kekuatan dirinya sendiri.
Apa yang dialami dan dilihat Paulus, penting kita pikirkan. Paulus mempunyai satu sikap di mana kita bisa belajar. Ia memandang terbalik dari apa yang bisa kita pandang. “Justru di tengah-tengah kesulitan itu, aku merasakan kesukacitaan, kekuatan yang luar biasa karena di dalam kelemahanku nyatalah kekuatan Tuhan,” katanya. Perspektif yang sangat hebat sekali. Di jaman ini kita selalu ingin menjadi the winner, peme-nang.
Kita maunya selalu senang, tidak mau susah. Apalagi kita dijejali lagi dengan berbagai ajaran yang seperti itu, sehingga tidak bisa menerima kenyataan ketika sakit berkepanjangan, misalnya. Kita tidak bisa menerima kenyataan gagal terus dalam bisnis, atau keluarga kacau-balau. Padahal permasalahan bisa jadi karena kesalahan sendiri. Anda selalu gagal dalam kerja, dihimpit, dipecat. Tetapi setelah dicek, ternyata kualitas kerja Anda yang payah. Wajarlah dipecat, jangan salahkan Tuhan. Dalam kepahitan hidup, ketika kita merasa betul-betul sudah melakukan kehendak Tuhan, berbahagialah, karena diberi kesempatan oleh Kritus memikul salib-Nya. Berbahagialah, karena bisa seperti Paulus.
Kita harus bermegah dan merendahkan hati si hadapan Tuhan walaupun dengan kelemahan kita dan itu harus kita syukuri kepada Tuhan. Bersyukurlah dengan adanya suatu kelemahan dalam diri kita dan orang yang mengingatkan kita agar kita tidak meninggikan diri. Kesombongan akan membuat seseorang jatuh dan terpuruk, sedangkan kerendahan hati akan membawa kita kepada kuasa Kristus karena manusia pasti memiliki masalah dan pergumulan hidup masing-masing. Dan yang namanya pergumulan tentu tidak menyenangkan. Itu sebabnya tidak ada yang mau ‘tinggal’ berlama-lama dalam pergumulan, tetapi ingin secepatnya keluar dari dalamnya. Bagi anak-anak Tuhan, tentu mereka akan berdoa meminta tolong kepada Tuhan untuk segera melepaskan mereka dari pergumulan tersebut.
Dari pengalaman Paulus ini kita bisa belajar bahwa terkadang Tuhan menjawab doa kita bukan dengan cara menyingkirkan beban pergumulan yang kita pikul, tetapi menambahkan kekuatan kita sehingga mampu memikulnya. Dengan begitu kita akan terus bergantung dan berharap hanya kepada Tuhan dan mengalami kesempurnaan kuasa-Nya di dalam hidup kita. Tuhan Yesus memberkati.
Kuasa Allah menjadi sempurna melalui kelemahan kita. Saat kita kehabisan kekuatan, kita akhirnya paling bergantung kepada Allah. Penderitaan membakar habis kesombongan, rasa percaya diri, dan kemandirian kita. Oleh karena itu, kita menerima penderitaan yang diberikan kepada kita karena kita telah diberi kasih karunia Allah yang cukup untuk bertahan dan diperlukan untuk pertumbuhan iman kita, Berkat Tuhan tidak pernah meninggalkan orang yang menderita karena Kristus. Perhatikanlah apa yang telah ditulis oleh Chrydodtom berikut ini: “Penderitaan itu sangat berfaedah karena sekarang kami merasa damai dan karena kami merasa lemah, kami senantiasa berserah saja kepada Allah. Apabila kita menderita, barulah kita merasa kuat, mau pergi ke gereja, dan mau dengarkan firman Tuhan.”, Amien
TUHAN MEMBERKATI Bapak dan Ibu
Teriring Salam & Doa :
Pdt. Martahi Oloan Siahaan, STh, MM
Komentar
Posting Komentar