Renungan Hidup Kristen (RHK), 29 Maret 2025
Nats : IMAMAT 19 : 17
“Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia”
JANGANLAH KITA MEMBENCI
Kitab Imamat iini lazimnya diberi judul “Hukum Kekudusan”. Konsep kekudusan termasuk perbedaan atau pemisahan. Umat Allah harus berbeda, terpisah dari para penyembahan berhala yang berada di sekeliling mereka. Allah peduli umatNya tetap bersih dan tanpa cela di tengah-tengah dunia yang rusak dan jahat pada saat itu. Itulah sebabnya pada Pasal yang ke 19 dalam kitab Imamat ini lebih banyak berbicara tentang kekudusan baik di dalam keluarga, ibadah kepada Tuhan, pekerjaan, sikap dan tindakan terhadap sesama, bahkan motivasi di balik tindakan tersebut. Bacaan kita ini lebih spesifik membicarakan tentang moral atau sikap untuk tidak membenci saudara kita, lebih baik menegur kesalahannya. Peraturan ini berulang kali dipertegas dalam kitab ini, hal ini hendak mengajak umat Israel untuk hidup di dalam kekudusan sebab inilah yang dipertegas oleh Allah dalam ayat 2 “Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, kudus.” Kekudusan ini ditunjukkan dengan relasi terhadap sesama yaitu dengan tidak membenci, melainkan dengan menegor kesalahannya agar tidak mendatangkan dosa terhadap dirinya. Bangsa Israel harus memelihara kekudusan itu dengan menaati secara tegas semua hukum Allah.
Bagi kita untuk mengendurkan pemahaman kita tentang “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” menjadi sesuatu yang biasa saja seperti “bersikaplah baik.” Namun, bersikap baik sering kali tidak lebih dari sekadar kepura-puraan dan alasan untuk menjauhkan diri dari orang-orang di sekitar kita. Imamat 19 : 17 memerintahkan kita untuk melakukan yang sebaliknya. “Tegurlah sesamamu, supaya engkau tidak mendatangkan kesalahan kepadamu” (Imanat 19 : 17). Kedua perintah ini—baik untuk mengasihi maupun menegur sesamamu—tampaknya seperti hal yang tidak mungkin, tetapi keduanya disatukan dalam peribahasa, “Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi” (Amsal 27 : 5).
Perintah Tuhan adalah mengasihi. Karena itu dilarang untuk membenci dalam hati karena itu tidak menghasilkan kedamaian. Jangan membenci saudara (kata bemlnci berarti rasa tidak suka yang berlebihan) karena Kebencian berarti emosi yang sangat kuat dan melambangkan ketidaksukaan, permusuhan, atau antipati untuk seseorang, sebuah hal, barang, atau fenomena. Hal ini juga merupakan sebuah keinginan untuk, menghindari, menghancurkan atau menghilangkannya. Kadang kala kebencian dideskripsikan sebagai lawan daripada cinta atau persahabatan; tetapi banyak orang yang menganggap bahwa lawan daripada cinta adalah ketidak pedulian. Kebencian ini harus dibuang jauh-jauh jika tidak akan terus meningkat menjadi kejahatan yang melenyapkan nyawa orang lain.
Lihatlah kasus Kain, dia membenci Habel karena iri hati. Kebencian Kain meningkat untuk melenyapkan Habel. Kain tak kuasa mengendalikan kebenciannya sehingga melakukan kejahatan dengan membunuh Habel. Kasus kedua adalah kebencian Saul
kepada Daud. Sesunghuhnya Daud hadir penolong bagi Saul, dengan Daud mengalahkan Goliat menyelamatkan muka bangsa Isrsek terhadap orang Flistin. Kebencian Saul diawali dengan tersingung dengan nyanyian para wanita: “Saul mengalahkan musuh beribu-ribu, namun Daud berlaksa-laksa.” Atas perbandingan ini Saul tidak suka pada Daud, kemudian muncul iri hati dan kebencian. Kebencian Saul tak terbendung hingga berusaha terus melenyapkan Daud.
Secara manusiawi apabila kita disakiti, dijahati atau bahkan diperlakukan secara tidak adil oleh orang lain, naluriah kita cenderung ingin melakukan pembalasan, kita marah, kesal dan menyimpan rasa dendam. Dendam di hati berasal dari si jahat dan sewaktu-waktu bisa meledak. Pada dasarnya balas dendam berasal dari ketidakmampuan seseorang untuk mengelola suasana hati dan kemarahannya, dan dendam pasti akan menyimpan rasa pahit, sakit hati dan kebencian terhadap orang lain.
Kita harus memiliki perasaan yang baik terhadap sesame kita. Ketika kita berbuat salah terhadap diri kita sendiri maka segera kita memaafkan diri kita dan hal itu tidak akan mengurangi kasih kita kepada diri kita sendiri. Demikian halnya dengan orang lain. Sebab Juruselamat telah menjadikan ini sebagai perintah utama kedua dari hokum taurat (Matius 22 : 39). Rasul Paulus juga menyatakan bahwa inilah ringkasan seluruh hukum yang tertera di loh batu kedua (Roma 13 : 9 – 10 ; Galatia 5 : 14).
Kita harus mengasihi sesame kita dengan tulus tanpa sikap pura-pura. Kita harus membuktikan kasih kita terhadap sesame kita dengan cara memperlakukan mereka seperti kita memperlakukan diri kita sendiri (Matius 7 : 12). Sebab dari ketiga hal itu, iman, pengharapan dan kasih yang paling besar diantaranya adalah kasih (1 Korintus 13 : 13).
Untuk lebih mudah kita pahami, ayat ini bisa dimengerti sebagai berikut: “JIka seseorang merugikan engkau, maka janganlah membenci dia secara rahasia dalam waktu yang panjang. Engkau harus menegor dia secara baik, dan jika tidak maka engkau harus bertanggung jawab sekurang-kurangnya sebagian jika dia bersalah lagi.
Nasihat demikian penting dimana-mana, apalagi dalam pengadilan, sebab kebencian menjadikan keputusan yang adil menjadi sulit dan barangkali kejahatan si terdakwa tidak jadi jika dia ditegur sesudah dia bersalah dahulu”. Dari penjelasan ini dapat kita cermati bahwa lebih baik menegur daripada membenci dia karena kerugian yang didatangkannya atas diri kita. Jika kita melilhat sesama kita melakukan dan memperlakukan kita dengan tidak benar, janganlah kita diam-diam menyimpan dendam terhadapnya dan menjauhkan diri darinya. Janganlah pula membicarakan dia dibelakang seperti yang biasa dilakukan oleh orang yang pandai menutupi rasa tidak senang mereka sampai mereka beroleh kesempatan melampiaskan dendam dihatinya.
TUHAN MEMBERKATI Bapak dan Ibu
Teriring Salam & Doa :
Pdt. Martahi Oloan Siahaan, STh, MM
Komentar
Posting Komentar