Renungan Hidup Kristen (RHK), 05 Mei 2025

Nats  :  KOLOSE 1 : 24
“Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat”

BERSYUKUR DI TENGAH PENDERITAAN

Surat Kolose ini dituliskan oleh Paulus ketika dia sedang berada dalam penjara sebagai tahanan. Menjadi seorang tahanan bukanlah sesuatu yang mengenakkan. Paulus harus menghadapi tekanan batin, fisik yang terancam sakit, belum lagi diperhadapkan dengan kondisi jemaat yang dilayaninya diterpa ajaran sesat dan lain-lain. Tentu itu semua membuatnya menderita, tetapi justru dalam penderitaanya, ia tidak fokus kepada dirinya sendiri, tetapi ia fokus pada tugas yang dipercayakan kepadanya untuk meneruskan Firman-Nya tentang Kristus yang menjadi pengharapan akan kemuliaan. Meskipun Paulus menderita, tetapi dia tetap bersukacita.

Rasul Paulus sebagai seorang pemberita Injil tidak terlepas dari penderitaan. Ia banyak mengalami penderitaan baik secara fisik maupun secara psikis. Namun yang istimewa adalah sikap Rasul Paulus dalam menghadapi penderitaan itu. Ia bersukacita bahwa ia boleh mengalami penderitaan (ayat 24 “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan melengkapi dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat”). Penderitaan yang muncul karena memberitakan Kristus bukan malapetaka melainkan sebuah sukacita. Karena Kristus juga telah mengalami penderitaan supaya Ia membebaskan kita dari penderitaan kekal karena dosa. Paulus bersukacita dalam penderitaannya: Paulus mengatakan penderitaan ini merupakan indikasi bahwa Injil ini penuh kuasa dan sedang memberikan pengaruhnya serta menantang pemerintah dan penguasa. Dengan pemenjaraannya, Paulus dapat mengidentifikasi dirinya dengan orang-orang Kristen di Kolose dalam ketidakamanan dan penderitaan mereka. Gereja menderita melalui pertikaian internal dan tekanan eksternal dari budaya Yahudi dan budaya lainnya.

Paulus sadar sebagai Pelayan Tuhan, penderitaan yang ia alami tidak menghilangkan sukacita karena tugas yang dipercayakan Allah kepadanya untuk memberitakan Injil keselamatan di dalam Kristus. Injil keselamatan itu adalah rahasia yang tersembunyi dari abad ke abad, dari generasi ke generasi. Karena rahasia itu adalah Kristus, maka ia tetap bersukacita dalam penderitaan dan tetap memberitakan Kristus yang menjadi pengharapan dan kemuliaan supaya melaluinya orang mengenal, bertumbuh menuju kedewasaan di dalam Dia.

Paulus sendiri mengalami banyak penderitaan dalam melaksanakan tugasnya memberitakan Injil keselamatan dalam Kristus. Meski begitu, Paulus tetap bertekun di dalam tugas mulia tersebut sehingga berita keselamatan dapat diterima oleh bangsa-bangsa. Meski mendapat aniaya, Paulus tetap bertekun di dalam menasihati, mengajar, dan memimpin tiap-tiap orang datang kepada Yesus Kristus untuk beroleh keselamatan dan kesempurnaan di dalam Dia. Seperti Paulus, setiap anak Tuhan juga harus siap untuk menderita. Yang dimaksud di sini bukanlah penderitaan yang disebabkan oleh
kejahatan yang dilakukan, sehingga seseorang pantas mendapat hukuman, melainkan penderitaan yang timbul karena seseorang menaati kebenaran firman Tuhan (1 Petrus  2 : 20). Kebenaran firman Tuhan itu tidak sejalan dengan pandangan umum. Pandangan umum seringkali didasarkan pada nafsu, kejahatan dan kekejian. Di sinilah dituntut keberanian kita untuk tampil beda.
Singkatnya, Paulus tidak menderita untuk mendapatkan kasih karunia atau mendapatkan keselamatannya; dia juga tidak melengkapi atau melengkapi penderitaan yang Yesus alami secara pribadi. Sebaliknya, Paulus melihat penderitaannya sebagai bantuan untuk menyesuaikan dirinya dengan gambar Kristus. Kita juga dapat memandang pencobaan dan penderitaan kita sebagai sarana untuk menjadikan kita lebih seperti Yesus, karena kita “ditentukan untuk menjadi serupa dengan gambar Anak-Nya” (Roma 8:29). Sampai kita bergabung dengan Kristus dalam kemuliaan, kita akan mengalami sebagian dari penderitaan yang sama yang Yesus Kristus alami sebagai bagian dari proses pengudusan Allah. Semakin dalam kesusahannya, semakin dalam Paulus melihat hubungan dengan Tuhan yang telah begitu banyak menderita baginya (Galatia 6 : 17 ia menulis, “Pada tubuhku ada tanda-tanda milik Yesus”).

Sebagai anak Tuhan, kita sedang berada dalam dunia yang tidak selamanya bersahabat, situasi dan keadaan yang kadang-kadang tidak menyenangkan, apakah ada sukacita di dalam diri kita ? Pengalaman hidup beriman Rasul Paulus kiranya menjadi inspirasi bagi kita untuk senantiasa melihat kuasa dan tangan Tuhan yang tidak kelihatan bekerja dan berkarya dalam segala keadaan yang terjadi untuk mendatangkan kebaikan kepada setiap orang yang mengasihi Dia (Roma 8 : 28). Dan Hampir setiap orang melihat penderitaan itu secara negatif. Oleh karenanya, setiap orang berusaha menghindari penderitaan. Bahkan salah satu ucapan doa kita adalah memohon pada Tuhan agar dijauhkan dari penderitaan. Bahwa setiap orang pernah mengalami penderitaan itu biasa, namun menghadapi penderitaan dengan sukacita itu baru luar biasa.

Sukacita itu pun akan menghampiri kita apabila kita hidup dengan benar dan kita mengerti bahwa penderitaan yang kita alami bukanlah apa-apa karena Kristus sendiri telah menderita bagi kita. Inilah yang mesti kita wartakan. Di pundak kita ada tanggung jawab untuk memberitakan kabar keselamatan meskipun kita mendapatkan penolakan dan mengalami hambatan. Jalan keselamatan memang sempit, berliku dan penuh dengan duri dan penderitaan adalah jalan menuju kehidupan dan sebuah kesempatan untuk hidup lebih dekat denganNya. Maka bersyukurlah apabila boleh menderita demi kemuliaan Allah yang semakin besar. Perjalanan masih jauh, namun ketika Tuhan menyertai kita, maka kemenangan akan kita raih. Amin.

TUHAN MEMBERKATI Bapak dan Ibu

Teriring Salam & Doa :
Pdt. Martahi Oloan Siahaan, STh, MM

Komentar

Postingan Populer