Renungan Hidup Kristen (RHK), 09 Mei 2025
Nats : MARKUS 6 : 50
“Sebab mereka semua melihat Dia dan mereka pun sangat terkejut. Tetapi segera Ia berkata kepada mereka: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!”
TUHAN BERKATA KEPADA KITA : “TENANGLAH, AKU INI, JANGAN TAKUT”
Setelah memberi makan lebih dari 5.000 orang (Markus 6 : 30 – 44) Yesus meminta murid-murid-Nya untuk melanjutkan perjalanan ke Betsaida, di sebelah utara Danau Galilea, sedangkan Ia pergi ke bukit untuk berdoa (Markus 6 : 45 – 52). Di awal perikop ini dimulai dengan kalimat “sesudah itu Yesus memerintahkan kepada murid-murid-Nya untuk naik ke perahu ………....” kalimat ini menjelaskan kepada bahwa sebelum murid-murid menghadapi angin sakal ini, Yesus sudah tahu. Lalu pertanyaannya, jika Ia sudah tahu akan ada angin, mengapa masih menyuruh mereka pergi ?. Jawabanya ialah Ia mengijinkan mereka mengalami. Supaya mereka bergantung padaNya.
Perikop ini dimulai ketika Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk naik ke perahu dan menyeberangi danau menuju Betsaida, sementara Ia sendiri pergi ke pegunungan untuk berdoa. Di tengah perjalanan saat hari mulai malam, para murid mengalami kesulitan karena angin sakal, yakni angin yang bertiup berlawanan dengan arah perahu mereka. Angin itu bertiup begitu kencang hingga mereka yang dahulu berprofesi sebagai nelayan sekalipun mengalami kesulitan mendayung (ayat 48). Seperti yang kita ketahui, perahu yang ditumpangi murid-murid-Nya dihantam oleh angin kencang sehingga mereka terjebak dalam situasi yang sangat berbahaya. Dalam situasi yang gelap dan penuh kesulitan. Dalam kekacauan itu, mereka merasakan ketakutan yang mendalam, Namun, momen ini menjadi sangat penting “Tetapi ketika mereka melihat Dia berjalan di atas air, mereka mengira bahwa Ia adalah hantu (bahasa Yunani: phantasma ), lalu mereka berteriak” (ayat 49). Tidak jelas apa yang menurut para murid sedang mereka lihat. Kata yang tepat adalah phantasma, hantu atau ilusi. Itu adalah sesuatu yang tidak mereka pahami. Mungkin mereka mengacu pada cerita rakyat tentang peri laut atau makhluk laut lainnya.
Namun menghilang pikirkan mereka, maka Yesus akhirnya muncul di tengah badai, berjalan di atas air dan mendekati kapal mereka. Yesus mendatangi mereka dengan berjalan di atas air. Sontak rasa takut mereka meledak. Mereka berteriak karena mengira bahwa yang datang itu adalah hantu (ayat 49 – 50 a). “sebab mereka semua melihat Dia dan mereka pun terkejut” (ayat 50 a). Mereka tidak takut karena kondisi laut yang ganas. Mereka dikejutkan oleh kengerian atas apa yang mereka lihat. Sementara mereka mengira melihat sesuatu yang perlu ditakutkan, Yesus berkata, “Tenanglah! Aku ini! Jangan takut!” Kata-kata, “Aku ini!” (Yunani: ego eimi ) tidak hanya berfungsi untuk memberi tahu para murid bahwa Yesuslah yang mereka lihat. Tak pernah mereka membayangkan bahwa Yesus akan mendatangi mereka dengan cara seperti itu.Kehadiran Yesus yang tak terduga itu akhirnya menenangkan mereka. Namun, para murid masih merasa bingung dan tercengang (ayat 51 – 52). Pengalaman bersama Yesus terdahulu belum cukup membuat mereka mengerti dan memercayai kuasa Tuhan.
Namun, Yesus meyakinkan mereka untuk tidak takut dan tetap tenang. Setelah Dia naik ke perahu, angin kencang tiba-tiba berhenti dan mereka dapat melanjutkan perjalanan hingga tiba di pantai. Saya membayangkan bahwa kengerian mereka ditenangkan ketika mereka dilingkupi damai sejahtera yang diberikan Tuhan.
Situasi yang dihadapi para murid dengan tepat menggambarkan situasi hidup kita, apalagi pada masa pandemi sekarang ini. Hidup kita penuh dengan kekacauan dan ketidakpastian, laksana perahu yang terancam tenggelam karena diterjang badai. Kita tidak sendirian dalam menghadapi gempuran badai kehidupan, sebab Tuhan senantiasa menyertai kita. Karena itu, curahkanlah perasaan kita kepada-Nya, berkomunikasilah dengan-Nya. Kehadiran-Nya sudah pasti akan menenangkan kekalutan hidup kita. Hanya, kita diminta untuk mengenal Tuhan dengan baik agar ketika Ia hadir, kehadiran-Nya itu sungguh kita sadari dan sungguh kita rasakan.
Ketika kita merasa kewalahan dan dihimpit kecemasan, kita dapat dengan yakin mengandalkan kuasa Yesus. Yesus sanggup meredakan gelombang pergumulan kita, atau sebaliknya, Kita akan menghadapi kesulitan dan kesukaran. Mengikuti Kristus tidak berarti kita terbebas dari penderitaan. Mengikuti Kristus terkadang akan membawa kita langsung ke posisi penderitaan dan kesukaran. Kita tidak perlu heran menghadapi masa-masa penderitaan. Ketika kita mengikuti Yesus, kesulitan dan kesukaran akan menjadi bagian dari jalan yang kita tempuh. Dia memberi kita kekuatan untuk menghadapi pergumulan itu. Apa pun yang dikerjakan-Nya, Dia akan memberi kita damai sejahtera-Nya yang “melampaui segala akal”.
Mengapa Yesus membiarkan para pengikut-Nya menghadapi krisis ini sendirian? Jawabannya adalah bahwa ini adalah bagian dari proses persiapan yang dibutuhkan para pengikut-Nya sebagai bagian dari pelatihan mereka. Kita akan ditempatkan dalam situasi-situasi, dengan keyakinan bahwa Tuhan telah mengutus kita. Kita akan berusaha keras mendayung dan tidak akan mengalami kemajuan sama sekali. Kita akan merasa seolah-olah kita sendirian dan Yesus berada di tempat lain. Kita dapat mengharapkan ini menjadi bagian dari pengalaman kita. Begitu juga dalam hidup ini, sering kali, saat kita dilanda ketakutan dalam hidup, kita melupakan Yesus. Kita hanya fokus pada diri kita sendiri dan fokus pada penyebab ketakutan kita. Namun, tujuan kita adalah menjauh dari penyebab ketakutan dalam hidup dan mencari Yesus yang selalu berbelas kasih dan selalu berjalan mendekati kita di tengah ketakutan dan pergumulan kita. Ingatlah, Tuhan yang pernah berkarya bagi kita akan terus menyertai kita. Peganglah kata-kata-Nya: “Tenanglah, ini Aku; jangan takut!”
TUHAN MEMBERKATI Bapak dan Ibu
Teriring Salam & Doa :
Pdt. Martahi Oloan Siahaan, STh, MM
Komentar
Posting Komentar